Kapan Acc Skripsi ku pak dosen?

Kata-kata acc bagi mahasiswa tingkat akhir merupakan kata yang paling diinginkan dibandingkan dengan kata "mau enggak jadi pacar aku", apalagi kata-kata tersebut hayalan bagi para jomblo *Ups. Kata Acc itu berharga sekali terutama buat gue dan umumnya buat rekan-rekan seperjuangan gue. Jujur dalam mengerjakan skripsi ini gue berkali-kali di revisi oleh bapak dosen gue yaitu Bapak Dr. Azmi, beliau merupakan dosen yang mengajak mahasiswa bimbingannya untuk benar-benar belajar dalam menyusun skripsi. Pertanyaannya disini adalah kenapa sih sampe terus-terusan direvisi bang? jujur, keinginan dosen pembimbing gue adalah adanya orisinalitas yang ada di dalam karya tulis gue, sehingga butuh proses yang cukup lama untuk bisa gue susun sedemikian rupa dengan bahasa sendiri yang sesuai dengan aturan-aturan pembuatan skripsi. itulah kesulitan yang gue alami hingga kini dalam mengerjakan skripsi yang hingga kini belum juga di Acc. 



Sedih sih tidak di Acc dalam waktu yang cepat seperti sebagian teman-teman gue yang udah duluan di Acc, tapi kerasa banget apa yang sebenarnya disampaikan oleh dosen gue tentang metode pembelajarannya kepada gue. Jujur aja, semenjak beliau membimbing gue dengan metode seperti itu, skill gue dalam menulis itu seperti meningkat secara perlahan dan bisa menemukan bahasa-bahasa untuk dapat gue rangkai dalam melakukan penulisan, contohnya di blog gue ini khususnya untuk postingan yang gue publish di tahun 2016. beda banget dengan postingan gue yang lama. yang lama itu berantakan dalam arti penyampaiannya kurang tepat, bahasanya juga tidak relevan dan diksinya juga masih kurang selektif, terkadang juga ada yang kurang nyambung dari kata perkatanya. Beda dengan yang sekarang... bedanya dimana? Anda yang bisa menilai. 

Bila dibandingkan dengan dosen lain, atau temen-temen gue yang dibimbing selain oleh bapak Dr. Azmi, mereka itu tidak secara rinci dibahas oleh dosen pembimbingnya terkait dengan pertanggungjawaban penulis dalam menuliskan skripsinya. Maksudnya, banyak hasil dari referensi yang ia cantumkan tapi tidak menggunakan footnote, lalu ada yang tidak dipakai footnote padahal ia mengutip dari buku ataupun internet dll. Itulah semua kembali lagi ke siapa yang membimbingnya.

Dunia seakan tidak adil memang, bila metode dari beberapa dosen yang satu dengan yang lainnya berbeda. Sehingga kecepatan tingkat kelulusan tiap mahasiswa berbeda. Well, kita hanya mahasiswa tingkat akhir yang tidak bisa mengatur akan hal "pemerataan kelulusan yang sama". Seperti dosen gua bilang bahwa "Sudahlah, jangan buru-buru lulus. Untuk apa cepat-cepat lulus kalau nanti ujungnya menjadi pengangguran" Ini kata-kata dosen pembimbing gue memang dahsyat dan cukup menusuk di dalam hati. Tapi meski begitu gue sekarang sadar tentang pesan yang tersirat dari dosen gue, bawa mengerti apa yang kita tulis dan keaslian dari karya tulis itu lebih penting, sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan apa yang telah kita kerjakan selama ini.

Mungkin itu yang bisa di share dari pengalaman gue, semoga kalian mengerti apa yang gue sampaikan. Kalau teman-teman punya pengalaman tentang "Skripsi" share disini. 

Simpulannya bahwa, akan ada dimana saatnya kamu merasakan kesulitan dalam menyusun skripsi yang terkadang bikin kamu "Menyerah" begitu saja untuk tidak lanjut mengerjakan skripsi. Disaat itu juga kamu harus ingat bahwa perjuang kamu hingga saat ini sudah luar biasa jauh, sudah beberapa persen kamu jalani teruslah bersemangat tanpa kenal lelah. Lelah yang kamu rasakan dalam menyusun skripsi masih kalah dengan lelahnya orangtua kamu untuk membiayai kamu tiap semesternya.

2 comments:

  1. Gue mau sedikit share tentang pengalaman gue terhadap skripshit . .

    gue itu kuliah di program kelas karyawan. jadi, cuma butuh waktu 2 tahun untuk mendapat gelar sarjana karena memang gue meneruskan dari pendidikan D3. Seharusnya, dalam jangka waktu 1,5 tahun pun gue bisa lulus kaya temen-temen gue yang ngejar target abis dapet ijazah langsung ijab sah. Tapi, apa mau dikata, gue harus bisa me-manage antara waktu kerja, kuliah, dan quality time lainnya bareng siapapun itu. Karena saat gue nyusun skripsi, gue dihadapkan dengan berbagai polemik yang bikin hidup gue makin ciamik.

    Kisahnya dimulai dari nasib gue yang seorang broken home. Saat nulis skripsi, gue berharap orangtua gue bisa support gue. Tapi, ternyata mereka lebih sibuk dengan urusan dan masalah kehidupannya masing-masing. Begitupun problem di kantor, yang tiap hari gue selalu berada diposisi under pressure. Ditambah udah 3 tahun gue mengabdi sama perusahaan diposisi dan lokasi yang itu-itu aja. Makin monoton aja hidup gue. Akhirnya, Gue pun mencoba untuk survive sendiri menghadapi si skripsi.

    Untuk mencari judul skripsi, gue gak begitu sulit karena memang sejak awal kuliah, gue sudah memfokuskan diri untuk konsentrasi alias fokus pada peminatan perfilman Indonesia. Metode penelitian pun gue cari yang paling mudah biar prosesnya cepet dan gue bisa segera pake toga. Namun, kesulitan dateng pas bimbingan perdana, dimana saat gue pulang kerja dan masih berasa capeknya, dospem gue gak hadir di kelas saat itu tanpa keterangan apapun juga. Walhasil, gue coba cari info sama temen" seperjuangan gue, ternyata untuk bimbingan itu, kita sebagai 'mahasiswa' dituntut untuk mandiri alias ngejar-ngejar tuh dosen sendiri dan mencocokkan jadwal antara kita melalui japri.

    Hingga suatu ketika, terjadilah suatu kesepakatan diantara kita. Bimbingan pertama pun dimulai. Pengajuan judul skripsi gue langsung dicoret, diganti, dan diacc seketika itu juga. Yup, ternyata metode penelitian gue itu ditolak sama tuh dospem karena dianggap sudah terlalu umum dan terlalu mudah buat gue. Sampai akhirnya, doi memutuskan supaya gue menggunakan studi resepsi. And then, gue langsung shock saat itu juga karena metode itu baru gue denger istilahnya hari itu juga. Gue pun langsung mengungkapkan 1000 alasan dengan metode penelitian awal yang masih coba gue pertahankan. Tapi hasilnya nihil. Dospemnya cuma bilang "kamu pelajari aja dulu metode yang tadi saya kasih. coba kamu cari referensinya dari berbagai sumber!"
    Ok, fine !. Gue terima tantangan dari tuh dospem sambil menggerutu dalam hati dan update status di social media untuk mencari simpati, kali aja ada temen gue yang berbaik hati bantu kasih link literasi studi resepsi.

    Pulang dari bimbingan, gue pun langsung memutuskan ke perpustakaan buat cari sumber bacaan yang sesuai. Tapi, sama sekali gak ada yang bahas metode kaya gini. Beberapa hari ke depannya, gue juga coba menjelajah dunia maya dengan keyword metode ini. Tetep aja gak ada hasilnya. Cuma dapet beberapa referensi dari kajian atau jurnal ilmiah asing. Ada juga beberapa testimoni para mahasiswa jurusan sastra yang sering pake metode ini dan bilang bahwa metode ini memang langka. Semakin hopeless lah gue dikerjain sama si skripshit.

    Bimbingan selanjutnya, gue pun langsung curcol sama tuh dospem kalo belum ketemu sama chemistry metodenya. Sampai akhirnya, gue minta dia yang cari referensi buat gue. Dia bilang 'gak punya' tapi dia pernah nulis jurnal dan short essay menggunakan metode ini dan bakal dikirim nanti ke e-mail gue. Yah, hampir beberapa minggu, gue menanti email dari si doi dan belum ada kotak masuk yang dinanti. Memang dospem gue ini terkenal cuma baek sama mahasiswi yang pake tanktop doank dan mahasiswa kaya gue akan hilang dalam ingatannya.

    Untuk lebih jelas gimana kelanjutan kisah catatan akhir kuliah gue, mampir ke blog gue aje yeh . . .
    Gak enak curhat berkepanjangan diblog orang, nanti bisa BaPer :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kisah yang inspiratif sekali, terimakasih sebelumnya telah join comment disini gan.

      Delete

Powered by Blogger.